Perilaku Mekanik Material
Konstruksi
Kriteria perencanaan
struktur adalah memenuhi syarat kekuatan,
kekakuan dan daktilitas.
Kekuatan dikaitkan dengan besarnya tegangan yang mampu dipikul tanpa rusak, baik berupa deformasi besar (yielding) atau fracture (terpisah). Parameternya berupa tegangan leleh dan ultimate. Faktor kekakuan adalah besarnya gaya untuk menghasilkan satu unit deformasi, parameternya berupa Modulus Elastisitas. Faktor daktilitas terkait dengan besarnya deformasi sebelum keruntuhan (failure) terjadi, suatu faktor penting untuk perencanaan struktur dengan pembebanan tak terduga atau sukar diprediksi (gempa atau angin). Properti mekanik beberapa macam bahan material konstruksi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1.
Kekuatan dikaitkan dengan besarnya tegangan yang mampu dipikul tanpa rusak, baik berupa deformasi besar (yielding) atau fracture (terpisah). Parameternya berupa tegangan leleh dan ultimate. Faktor kekakuan adalah besarnya gaya untuk menghasilkan satu unit deformasi, parameternya berupa Modulus Elastisitas. Faktor daktilitas terkait dengan besarnya deformasi sebelum keruntuhan (failure) terjadi, suatu faktor penting untuk perencanaan struktur dengan pembebanan tak terduga atau sukar diprediksi (gempa atau angin). Properti mekanik beberapa macam bahan material konstruksi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXqMyN7g0P96kXRdYUsU8N5Rn1O9PRUbSkfwkuHfmLtB1Y2fgrCtFIyXKNweorT7EZwEMtndJ6nvQDC9cfS8oWhOu-LkkIEN2ocspcxLkxWaZYXYvAibSeRMu5DhyA2kLgTheV-xDwDgd0/s400/tabel.png)
Jadi jika parameter kekuatan, kekakuan dan daktilitas digunakan untuk
pemilihan material konstruksi maka dapat dengan mudah ditentukan bahwa material
baja adalah yang unggul dibandingkan beton dan kayu. Rasio kuat dibanding berat
untuk volume yang sama dari baja ternyata lebih tinggi (efisien) dibanding
beton. Ini indikasi jika perencanaannya optimal maka bangunan dengan konstruksi
baja tentunya akan menghasilkan sistem pondasi yang lebih ringan dibanding
konstruksi beton, meskipun masih kalah dibanding kayu atau bambu.
Dikaitkan efisiensi antara material baja dengan kayu atau bambu, maka
baja hanya unggul karena kualitas mutu bahannya yang lebih homogen dan
konsisten sehingga lebih handal. Itu tidak mengherankan karena material baja
adalah produk industri yang dapat terkontrol baik. Jadi, jika material kayu /
bambu di Indonesia suatu saat juga didukung teknologi yang dapat menjamin
kualitas mutunya homogen dan konsisten maka tentu akan menjadi bahan material
konstruksi yang handal juga, khususnya untuk struktur ringan dan semacamnya.
Bangunan yang ringan selain menghemat pondasi, juga menguntungkan untuk
perencanaan bangunan tahan gempa. Seperti diketahui bahwa gaya gempa pada
bangunan ditentukan oleh percepatan tanah (a) dan juga massa bangunan (m), yang mana besarnya berbanding lurus, yaitu F = m.a . Jadi bangunan dengan
massa kecil maka gaya gempanya juga kecil.
Meskipun baja mempunyai keunggulan terhadap gempa karena sifatnya yang
ringan, tetapi kondisi tersebut tidak menguntungkan terhadap pembebanan angin.
Tetapi karena sifat baja yang mempunyai kekuatan tinggi dan daktail, juga
didukung proses perencanaan yang baik maka kelemahan terhadap angin mestinya
dapat dengan mudah diatasi.
Sampai tahap ini pemakaian material baja masih terlihat unggul, khususnya
jika parameter kekuatan, kekakuan dan daktilitas dijadikan tolok ukur. Tetapi
yang menjadi pertanyaannya adalah: “Mengapa sampai saat ini penggunaan
konstruksi baja tidak dominan di tanah air”. Bahkan jika melihat
pembangunan gedung bertingkat tinggi dan menengah di Jakarta, maka dapat
diperkirakan bahwa volume penjualan tulangan baja untuk konstruksi beton
bertulang akan lebih banyak dibanding volume penjualan baja profil untuk
konstruksi baja. Kondisi ini pula yang mungkin mendasari mengapa masih diperlukan
seminar tentang baja seperti ini.
Berarti selain ketiga parameter di atas untuk menentukan material,
tentunya ada hal-hal lain yang menjadi pertimbangan sehingga membuat keraguan
untuk akhirnya memilih baja. Bisa juga itu terjadi karena pengetahuan para
pengambil keputusan adalah tidak lengkap, karena bagaimanapun juga pada
konstruksi baja ada banyak keunggulan sehingga berprospek baik, meskipun untuk
itu ada hal-hal yang perlu dipersiapkan dengan usaha serius. Oleh karena itulah
maka pada makalah ini, penulis cenderung memilih menjabarkan hal-hal tersebut
dan strategi mengatasinya, sehingga diharapkan faktor-faktor tersebut tidak
menjadi kendala lagi.
Bagaimanapun juga, jika suatu bahan material dipandang unggul dibanding
yang lain maka tentunya itu akan otomatis menjadi pilihan. Jika ini terjadi
maka jelas dominasi baja sebagai bahan material konstruksi di Indonesia tinggal
soal waktu saja.
KUALITAS BAHAN SEBAGAI
MATERIAL BANGUNAN
Material Baja
Material baja unggul jika ditinjau dari segi kekuatan, kekakuan dan
daktilitasnya. Jadi tidak mengherankan jika di setiap proyek-proyek konstruksi
bangunan (jembatan atau gedung) maka baja selalu ditemukan, meskipun tentu saja
volumenya tidak harus mendominasi.
Tinjauan dari segi kekuatan, kekakuan dan daktilitas sangat cocok
dipakai mengevaluasi struktur yang diberi pembebanan. Tetapi perlu diingat
bahwa selain kondisi tadi akan ada pengaruh lingkungan yang mempengaruhi
kelangsungan hidup struktur bangunannya. Jadi pada suatu kondisi tertentu,
suatu bangunan bahkan dapat mengalami kerusakan meskipun tanpa diberikan beban
sekalipun (belum berfungsi). Jadi ketahanan bahan material konstruksi terhadap
lingkungan sekitarnya adalah penting untuk diketahui agar dapat diantisipasi
baik.
Kelebihan material baja dibandingkan material beton atau kayu adalah
karena buatan pabrik, yang tentunya mempunyai kontrol mutu yang baik. Oleh
karena itu dapat dipahami bahwa kualitas material baja yang dihasilkannya
relatif homogen dan konsisten dibanding material lain,
yang berarti juga lebih dapat
diandalkan mutunya.
Di sisi lain
karena merupakan hasil produk industri, maka agar prosesnya menguntungkan harus
diusahakan mencapai kondisi optimum. Untuk itu diperlukan suatu kuantitas
tertentu yang terkesan relatif monoton serta tidak mudah dibuat variasinya.
Itulah pentingnya dibuat standarisasi bentuk
profil. Dari tabel profil baja yang ada terlihat banyak sekali profil yang
tersedia, tetapi dalam kenyataannya jika peminatnya relatif sedikit maka profil
yang jarang dipakai tentunya tidak diproduksi banyak. Jadi akhirnya tidak semua
profil pada tabel dapat dipilih. Hanya profil-profil tertentu yang memang umum
(banyak) digunakan. Hal ini perlu diketahui insinyur perencana konstruksi baja,
jangan hanya berpedoman teoritis hitungan, karena kalau sampai mengubah profil
rencana dengan profil tersedia, kemungkinan berubah pula detail sambungan yang
dibuat. Jika ini tidak dipikirkan waktu dapat terbuang sia-sia.
Tidak ada jaminan bahwa lokasi pabrik baja akan berdekatan dengan
proyek atau bengkel fabrikasi, sehingga panjang profil baja ditentukan oleh
kemampuan kendaraan transportasi pengangkut
(truk atau kapal) dan jalur
transportasi (darat atau air) yang akan dilaluinya.
Ketahanan Korosi
Baja unggul ditinjau dari segi kemampuannya menerima beban, tetapi
ketika dibiarkan tanpa perawatan khusus di lingkungan terbuka, terlihat
lemahnya. Baja yang unsur utamanya besi mengalami korosi, yaitu suatu proses
elektrokimia. Jika itu terjadi, maka pada bagian besi yang bertindak sebagai
anode akan terjadi oksidasi yang merusak dan menghasilkan karat besi
Fe2O3.nH2O, zat padat berwarna coklat kemerah-merahan. Volume baja berkurang
karena menjadi karat tadi. Mengenai bagian besi yang bertindak sebagai anode
dan bagian mana yang bertindak sebagai katode tergantung pada banyak faktor,
misalnya zat pengotor, atau adanya perbedaan rapatan logam itu, atau ada jenis
logam lain yang bersinggungan.
Kemungkinan terjadinya korosi pada baja merupakan kelemahan konstruksi
baja disbanding kontruksi beton. Oleh sebab itu saat perencanaan faktor ini
harus diantisipasi dengan baik. Korosi yang terjadi pada konstruksi baja adalah
ibarat kanker, senyap tetapi akibatnya bias sangat mematikan. Bahkan itu dapat
terjadi di negara maju sekalipun, yang mana sebenarnya telah banyak dilakukan
penelitian tentang hal itu, tetapi ternyata bisa juga kecolongan.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnYhWP-PhOIzxC6aSUnGAI8B3jjohWY9pYVM0fB-pBh8OyVFOZRdgXLS6patY7NukN9wD5-ilTmhJCpClOx78g3vQSDjgKZXHu57UAdaXUJYJtRWHr_C4j7ocdavCxc3vtaMy7b0Zmc4MV/s400/korosi.png)
Meskipun umur
konstruksi relatif masih muda (+ 40 tahun), tetapi jembatan I-35 di sungai
Mississippi, Minneapolis, Minnesota, USA, yang dibangun tahun 1967 tiba-tiba
runtuh pada hari Rabu, tanggal 1 Agustus 2007. Kebetulan saat jam sibuk.
Setelah melalui penyelidikan diketahui bahwa penyebabnya adalah korosi logam.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiV8etjyW73isHf6vxkKskAfNSNoP7PA0P5CRr9S8EjeYe7RgQnX0lN-IhHjmpHLrcmfm2rkQBuhxMlioggnyZWr4TP0oROjw75wKE0GFbmLTVF4XKvtEuTVSh553EJtB214R-oA9YgEUuJ/s400/korosi2.png)
Kata kunci pencegahannya adalah selalu waspada, saat awal perlu
hati-hati dalam pemilihan sistem pencegahan korosi yang tepat dan terakhir
dukungan perawatan yang berkelanjutan.
Bangunan
konstruksi baja memang tidak akan terbakar jika terkena panas api saat
kebakaran, tetapi akibat suhu yang tinggi dapat mengalami penurunan kekuatan
drastis, bahkan tidak kuat memikul berat sendiri. Sehingga bila terjadi
kebakaran yang lama maka bisa saja fungsi sebagai struktur pemikul beban
menjadi hilang dan bangunan mengalami keruntuhan total.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWHvjgPYm9qambV_fYFPpDCfSUnMeg1r3vD3bGGGMMLALZ7i0_AXgSo5waQxM9DScmCg_ThN6VhiT4TR8rq-mvuEsLYMWT0ID52StTLGU9HGd8tN2U2HdgEO0KYMoIM3uH_-Cax3dFkSck/s400/pemeliharaan.png)
Gambar 6a memperlihatkan profil baja setelah kebakaran yang mengalami
deformasi ekstrim sehingga fungsinya sebagai struktur jadi terganggu. Untuk
mencegah, diberi fireproofing agar kenaikan temperatur ekstrim saat
kebakaran dapat dihambat. Harapannya tentu tidak membuatnya menjadi suatu
bangunan tahan api, tetapi minimal agar perlu waktu lama untuk terjadi kenaikan
temperature, sehingga ada waktu pemadaman api tanpa struktur mengalami
kerusakan berarti. Penurunan kekuatan terjadi setelah temperatur melebihi +
300oC, baik dari kuat leleh maupun modulus elastis, dua parameter penting yang
berkaitan dengan kekuatan dan kekakuan bahan material. Kurva penurunannya dapat
dilihat pada diagram di bawah ini.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAhfnFbP8TqyKLGaihobWN6d74L8lTGJRKvZV-p9V3OVP3zyOrT5hnCNl-VZoqR5Ab4F73EIDRNG7Wl3jMX3w9Bc92p95uZAro-LEjUL8E7d0MUqTQIKPSBQ-3dZG9e3TPyimeqJJt-Wx5/s400/grafik2.png)
Penambahan
bahan fireproofing jelas akan memberikan tambahan beban, sehingga
criteria sebagai bangunan ringan menjadi berkurang dan biayanya meningkat.
Meskipun demikian karena sifatnya yang melapisi maka hal itu baik juga untuk
melindunginya dari resiko korosi. Jadi pemberian fireproofing juga
merupakan double protection bagi konstruksi baja.
Pengaruh
Temperatur Pemanasan Terhadap
Kekuatan Tarik Material Baja Karbon
Proses
Hardening mampu meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja, tetapi baja yang
telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk digunakan sehingga perlu
pengerjaan lanjut yaitu dengan tempering. Pengujian dilakukan baik pada sifat
fisis ( komposisi, struktur mikro dan fotomakro) maupun sifat mekanis
(kekerasan dan kekuatan tarik). Hasil penelitian memperoleh kekuatan tarik raw
materials sebesar 73,45 kg/mm2 dengan VHN sebesar 190, setelah mengalami proses
hardening 8250C kekuatan tarik menjadi 185,07 kg/mm2 dengan VHN sebesar 737,67.
Low tempering berkekuatan tarik 123,43 kg/mm2 dengan VHN sebesar 562, medium tempering
mempunyai kekuatan tarik 114,14 kg/mm2 dengan VHN sebesar 446,3 sedangkan high
tempering berkekuatan tarik 87,73 kg/mm2 dengan VHN sebesar 283. Semakin tinggi
suhu pemanasan pada proses tempering kekuatan tarik dan kekerasan semakin
menurun, sebaliknya keuletannya meningkat sehingga disesuaikan dengan
keperluan.
Perlakuan
panas (heat treatment) pada baja mempunyai peran yang sangat
pentingdalam upaya mendapatkan sifat-sifat tertentu yang diinginkan
sesuai dengan kebutuhan. Proses ini meliputi pemanasan baja pada suhu
tertentu dan dipertahankan pada waktu tertentu serta didinginkan pada
media tertentu pula. Perlakuan panas mempunyai tujuan untuk meningkatkan
keuletan, menghilangkan tegangan internal (internal stress),
menghaluskan ukuran butir kristal dan meningkatkan kekerasan atau
tegangan tarik logam.
Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi perlakuan panas, yaitu suhu pemanasan,
waktu yang diperlukan pada suhu pemanasan, laju pendinginan dan
lingkungan atmosfir. Menurut Fox (1999), bahwa Fatigue Crack Growth Rate
(FCGR) pada material Ti 24 yang diuji pada temperatur 723’C di dalam
argon lebih tinggi
dibandingkan dengan di dalam temperetur ruang. Baja yang telah
dikeraskan (quench)
bersifat rapuh dan tidak cocok untuk digunakan, akibat pengejutan akan menjadi sangat
keras (sekeras gelas) dan getas.
Melalui
proses tempering kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi
persyaratan penggunaan karena beban yang kecil saja akan mengakibatkan pecah.
Proses ini bertujuan untuk mendapatkan baja yang keras dan ulet atau tercapainya
keuletan setinggi-tingginya pada kekerasan yang memadai, sebab sebagian
kekerasan baja akan berkurang oleh proses pemanasan, contohnya pada pahat,
palu, mata bor, tap dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas permasalahan utama
yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah: berapa besar kekuatan tarik
baja C1045 akibat perubahan suhu pemanasan pada proses
tempering.
Perlakuan untuk menghilangkan tegangan
dalam dan menguatkan baja dari kerapuhan disebut dengan memudakan (tempering).
Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan
pada temperatur tempering (di bawah suhu kritis), yang dilanjutkan dengan
proses pendinginan (Koswara, 1999). Prosesnya adalah memanaskan kembali berkisar
antara suhu 150 – 6500C dan didinginkan secara perlahan-lahan tergantung sifat
akhir baja tersebut, menurut Schonmetz (1985) tujuan proses tempering dibedakan
sebagai berikut:
a. Tempering
pada suhu rendah (150 - 300oC) Perlakuan ini hanya
untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan kerapuhan dari baja, biasanya
untuk alat-alat kerja yang tidak mengalamibeban berat seperti alat-alat potong,
mata bor dan sebagainya.
b. Tempering
suhu menengah (300-550oC) Bertujuan untuk menambah
keuletan, dan kekerasannya sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada
alat-alat kerja yang mengalami beban berat, misalnya palu, pahat, pegas.
c. Tempering
pada suhu tinggi (550-650oC)
Tempering pada
suhu tinggi bertujuan untuk memberikan daya keuletan yangbesar dan sekaligus
kekerasannya menjadi agak rendah, misalnya pada roda gigi, poros, batang
penggerak dan sebagainya. Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui
sifat-sifat mekanis suatu logam dan paduannya. Pengujian ini paling sering dilakukan
karena merupakan dasar pengujian-pengujian dan studi mengenai kekuatan bahan.
Hasil yang diperoleh dari proses
pengujian tarik adalah grafik tegangan-regangan, parameter kekuatan dalam dan
keliatan material pengujian dalam prosen perpanjangan, kontraksi dan bentuk
permukaan patahannya. Bentuk penampang patah dapat diklasifikasikan menurut
bentuk tesktur dan warna. Jenis-jenis perpatahan mengenai bentuknya adalah
simetri, kerucut mangkok (cup cone), rata (flat), dan tak teratur
(irregular). Bermacammacam deskripsi tekstur adalah silky
(seperti sutera), butir halus, butir kasar atau granular, berserat (fibrous),
kristalin, seperti kaca (glassy) dan pudar. Proses pengujian logam
kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam
perubahan yang tetap. Harga kekerasan bahan tersebut dapat dianalisis dari
besarnya beban yang diberikan terhadap luasan bidang yang menerima pembebanan.
Pengujian kekerasan logam ini secara garis besarada tiga metode yaitu
penekanan, goresan dan dinamik (Koswara, 1991). Pengujian kekerasan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan metode penekanan yaitu Vickers.
METODE
Material yang digunakan dalam penelitian
ini adalah baja karbon C1045 normalisasi dari American Iron and steel Institute
(AISI) yang berarti C adalah hasil dapur open hearth steel, 10
adalah baja karbon biasa dan 45 adalah kandungan karbon 0,45 %. Spesimen uji
tarik, foto struktur mikro dan kekerasan didasarkan pada standar JIS Z2201 No.
14. Urutan dalam penelitian ini dimulai dari uji komposisi bahan untuk mengetahui
kandungan unsur di dalamnya yang digunakan untuk menentukan suhu pemanasan.
Bahan dibentuk spesimen sesuai standar
yang ditentukan dan memenuhi persyaratan spesimen sejumlah 15 buah, yaitu
masing-masing 3 buah sebagai pembanding utama (raw materials),
sebagai kontrol hardening, untuk tempering suhu rendah, untuk tempering
suhu sedang dan untuk tempering suhu tinggi. Perlakuan panas
dilakukan dalam dapur pemanas, yang pertama yaitu proses hardening pada
suhu 8250C (sesuai kadar karbon bahan). Spesimen selain raw material dikenai
proses ini, suhu pemanasan dilakukan bertahap mulai suhu kamar, suhu 1500C
ditahan sekitar 15 menit, meningkat pada suhu 4500C, dilanjutkan suhu yang
dituju yaitu 8250C. Pada suhu akhir ini dipertahankan selama 30 menit dengan maksud
agar pemanasan benar-benar merata pada seluruh lapisan spesimen, kemudian
dicelup dalam air yang mengalir agar spesimen benar-benar mengalami pendinginan
kejut dan spesimen sampai benar-benar dingin.
Proses tempering merupakan pengulangan
dari hardening yang didinginkan dengan perlahan. Spesimen yang dikenai tempering
dimasukkan dalam dapur pemanas lalu distel dari suhu kamar ke suhu 2750C
untuk perlakuan tempering
suhu
rendah, pendinginan dilakukan dalam udara bebas. Proses tempering suhu
sedang
pada
suhu 4250C dan tempering suhu tinggi pada suhu 6000C, masing-masing ditahan
selama 30 menit. Spesimen untuk foto struktur mikro dan kekerasan diratakan dan
dihaluskan permukaannya sampai memenuhi syarat spesimen, dietsa dengan
larutan alkohol dan asam nitrat 2,5% kemudian dilihat dengan mikroskop logam.
Pengujian kekerasan dilakukan dengan menggunakan metode Vickers, setiap
spesimen dikenai dua titik penekanan. Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui
kekuatan, keliatan dan regangan yang dimiliki bahan dari masingmasing perlakuan.
Melalui
pengujian ini dapat diketahui karakteristik bahan dari masing-masing perlakuan.
Peralatan Penelitian
Alat
penelitian merupakan piranti bantu dalam proses penelitian, yaitu:
1. Mesin
bubut.
2. Mesin
uji komposisi.
3. Dapur
pemanas.
4. Mikroskop
logam.
5. Mesin
uji kekerasan.
6. Mesin
uji tarik servopulser.
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif,
yang bertujuan untuk membuat suatu deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis faktual dan akurat mengenai faktor–faktor serta hubunganhubungan antar
fenomena yang diselidiki atau diteliti. Pola eksperimen dilakukan dengan 3 buah
spesimen untuk masing-masing kelompok perlakuan (treatment) yaitu untuk
3 kali kelompok eksperimen (3 variasi suhu) dan sekali untuk kelompok kontrol
yaitu hardening serta sekali untuk kontrol utama atau raw materials.
Teknik Pengumpulan Data Lembar pengamatan sangat diperlukan dalam suatu
penelitian. Langkah ini akan mempermudah dalam proses pengolahan data
selanjutnya.
Wawancara dengan ahli metalurgi akan
memberikan gambaran umum mengenai penelitian yang dilakukan, untuk itu perlu
konsultasi dengan pakar/ahli metalurgi sebelum melakukan penelitian dan
persiapan bahan serta instrumen lainnya.
Teknik
analisis data yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan statistika deskriptif
yang dilakukan dengan cara melukiskan dan merangkum pengamatan dari penelitian
yang dilakukan. Data yang dihasilkan digambarkan secara grafis dalam histogram
atau poligon frekuensi sehingga lebih mudah dibaca.
Pengujian
struktur mikro dilakukan dengan cara pengamatan, yaitu membandingkan hasil foto
struktur mikro sehingga dapat dianalisis mengenai struktur, ukuran dan bentuk
butiran dari masing-masing kelompok perlakuan. Foto makro bentuk penampang
patahan juga dapat dianalisis bentuk dan perambatan retak masing-masing
perlakuan.